Jumat, 15 Agustus 2014

Pura Ulun Danu Beratan, Keindahan Pura di Tepi Danau, Bali



Pura ini berada di tepi danau Beratan dengan ketinggian sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut. Pura ini berada di kawasan wisata Bedugul yang sejuk dan dingin karena terletak di pegunungan Beratan dengan puncak-puncaknya yaitu pucak Mangu, pucak Pengalengan, pucak Sangkur. Di bagian selatan terdapat gunung Terate Bang, dan sebelah selatan terdapat gunung Tapak serta gunung Batukaru.Pura Ulun Danu Beratan juga merupakan salah satu ikon yang paling menonjol dari Bali, serta merupakan tempat yang tenang dan penuh inspirasi untuk dikunjungi.

Sebelum masuk,  melihat ke arah kiri akan menemukan bangunan stupa (candi Buddha) yang hingga sekarang masih digunakan sebagai tempat ibadah. Tidak jauh dari areal pura, juga terdapat bangunan masjid sebagai tempat ibadah untuk umat muslim. Keberadaan stupa dan masjid ini mengingatkan kita betapa toleransi beragama sudah dipraktekkan sejak lama oleh masyarakat Bali.


Setelah puas bersantai di danau beratan, Catatan perjalan alamku melanjutkan ke Pura Ulun Danu Beratan yang merupakan salah satu tempat wisata andalan di bali karena pura tersebut berada di tepi danau dan juga didukung oleh bukit-bukit berwarna hijau dan air dingin Danau Beratan dengan hal demikian Pura Ulun Danu Beratan mempesona pengunjung dan menarik orang dari seluruh penjuru dunia. Pura Ulun Danu Beratan berlokasi di desa Candi Kuning, kecamatan Baturiti, kabupaten Tabanan, berjarak sekitar 80 km sebelah utara dari Denpasar menuju arah Singaraja atau dapat ditempuh dalam waktu sekitar dua jam. 


Udaranya sejuk dan dingin disini. Pura ini terbuka untuk kunjungan wisatawan antara pukul 08.00 sampai 18.00 WIT. Namun, apabila area pura sedang berkabut, lokasi pura akan ditutup lebih cepat untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Pengunjung Pura Ulun Danu Bratan harus membayar tiket sebesar Rp. 7.500,- untuk turis domestik dan Rp10.000,-  untuk turis asing. Setelah  membeli karcis untuk memasuki lingkungan pura, dalam sepanjang perjalanan menuju pura tersebut, dipertontonkan pada sebuah taman yang sangat indah dan asri lengkap dengan bunga-bungaan didalamnya.Kemudian setelah melewati jalan setapak pun akan tiba di depan gapura besar Pura Ulun Danu Beratan.





Tak jauh dari tepi danau terlihat Pura Ulun Danu Beratan. Dari jauh, pura itu tampak mengapung di atas air.Saat ku dekati, baru kelihatan kalau jarak dari tepi danau ke pura itu tidak jauh. Airnya juga tidak dalam.Kalau sedang surut, orang yang mau bersembahyang di pura bisa berjalan kaki ke sana.Namun, kalau sedang pasang, mereka harus menggunakan perahu.Jalan-jalan di kompleks  Pura Ulun Danu Beratan, beda rasanya dengan wisata ke pantai-pantai di Bali.Pantai-pantai biasanya ramai dan panas. 


Beberapa hal yang ku suka ketika berwisata ke Pura Ulun Danu adalah menyaksikan pohon cemara yang berwarna hijau dan tinggi plus rimbunnya pohon bambu. Jika air danau sedang surut kita bisa bermain sampai ke danau dan Pura akan terlihat sangat berbeda jika diphoto dalam keadaan tersebut. 

Bagi sobat yang ingin berkeliling danau juga bisa menyewa boat yang banyak disewakan disekitar danau. Nikmati petualangan seru diatas boat bersama teman dan keluarga tentu menyenangkan. Tahun lalu untuk berkeliling danau selama sekitar 20 menit kita wajib bayar Rp 25.000,- per orang. Atau, jika ingin mencoba tantangan berbagai permainan air, disana terdapat permainan parasailing, banaboat, serta jetski yang dapat sobat coba. Untuk sekedar menghabiskan waktu dan sobat yang hobi memancing, sobat bisa memancing di tepi danau, tepatnya di bawah rimbunnya rumpun bambu di tepi Danau Beratan.Kalau di sini rasanya tenang dan adem! bisa duduk-duduk sambil mengirim status di FB atau Twitter, membuka email, atau  membaca buku di taman yang bersih dan terawat di sekeliling danau.Mau lebih asyik lagi, bisa naik perahu mengelilingi danau.Sewaktu kami melali ke lokasi ini kebetulan juga ada upacara sembahyang umat hindu Bali.



Sebagai sebuah tempat wisata religi dan wisata sejarah, Pura Ulun Danu Bratan telah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas penunjang, seperti lahan parkir, taman bermain yang menyedian berbagai sarana bermain seperti untuk anak, serta toilet. Di dekat taman bermain terdapat restoran yang menyajikan aneka masakan. Restoran ini biasanya dipenuhi oleh pengunjung saat jam makan siang.

Sejarah Pura Ulun Danu Beratan

Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana. Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana. Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana. Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana. Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana. Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana. Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu.Mengutip dari sebuah sumber, Sejarah berdirinya Pura Ulun Danu Beratan di desa candikuning Tabanan Bedugul terurai dalam Lontar Babad Mengwi tahun Saka 1556. Dahulu, tesebutlah seorang bernama I Gusti Agung Putu yang kalah perang dari I Gusti Ngurah Batu Tumpeng atau Ki Ngurah Kekeran. Sebagai tawanan, beliau diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan kemudian diserahkan ke patih Marga bernama I Gusti Bebalang. Kemudian untuk dapat bangkit dari kekalahan, I Gusti Agung Putu bertapa di puncak gunung Mangu sampai beliau mendapat pencerahan disana. Beliau kemudian turun gunung, mendirikan istana Belayu (Bala Ayu), kembali berperang melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng dan menang. Dari kemenangan itu istana dipindahkan ke Bekak dengan nama Puri Kaleran. ditempat ini kemudian I Gusti Agung Putu mendirikan tempat pemujaan Taman Ganter dengan istana bernama Kawiapura. setelah berkali2 menang perang, termasuk membantu Raja Tabanan melawan musuhnya, seiring dengan berdirinya Kerajaan Mengwi, beliau mendirikan tempat pemujaan di tepi danau Beratan untuk memuja Batara di Pura Puncak Mangu. 

Demikianlah ulasan perjalananku di Pura Ulun Danu Beratan, Bali dan matur suksma telah mampir ke blog saya.

Kamis, 14 Agustus 2014

Pura Tanah Lot, Pesona alamnya yang indah dan sempurna di Bali




Salah satu pura yang sangat terkenal di nusantara bahkan di dunia adalah Pura Tanah Lot. Pura ini terletak di pantai selatan Pulau Bali yaitu di Desa Braban, Kecamatan Kediri, Tabanan. Pura ini menampilkan pesona alam yang sangat indah dan sempurna.  Selain karena keindahan alamnya, pura yang merupakan Dang Kahyangan ini juga diyakini sebagai sumber kemakmuran jagat. Pura yang juga dijadikan objek wisata ini ramai dikunjungi tamu mancanegara maupun nusantara.

Pura ini terletak di atas bongkahan batu apabila air pasang pura ini akan kelihatan dikelilingi air laut . Tiket untuk domestik: Rp 10.000/orang dan Rp 30.000/orang untuk luar negeri. Di tempat ini, dari tempat parkir sampai ke tempat objek wisata/ pura, banyak terdapat art shop yang menawarkan produk kerajinan lokal, banyak kedai miniman dan makanan, juga ada fasilitas kamar kecil / toilet, yang ongkos sewanya tidak seberapa.Dari sini kami harus berjalan kaki sekitar 300 meter ke Pura Tanah Lot. 


Di Pura Tanah Lot lagi terdapat beberapa kios sepanjang arah timur barat dan beberapa kursi kayu atau bambu di Pura Tanah Lot  di mana pengunjung dapat bersantai menunggu matahari terbenam. Pura Tanah Lot ini turun tebing curam terus menerus di bawah abrasi air laut yang kuat. 


Nama Tanah Lot mungkin dari "Tanah Laut" berarti tanah di laut. Ini adalah kenyataan bahwa abrasi laut yang kuat telah memisahkan areal pura dengan daratan Bali, sehingga terlihat bahwa sarang kuil di bukit kecil batuan menggembung di atas laut. Terlepas dari kenyataan bahwa satu pukulan kuat dari gelombang laut namun situs ini masih berdiri sementara sisi keseluruhan telah hilang oleh gelombang mengamuk dari ratusan tahun. Di Pura Tanah Lot terdapat  sumber air suci yang disebut Tirta Pabersihan dan Sumber air ini berada di bawah dan selatan Pura Tanah Lot.




Momen terbaik adalah pada sore hari ketika matahari terbenam (sunset) karena sunset  di Tanah Lot sangat beutiful. Banyak orang mengatakan bahwa melihat matahari terbenam di Tanah Lot indah seperti menonton bulan purnama di malam hari. Pandangan matahari terbenam di Tanah Lot menjadikannya sebagai tempat pariwisata yang sangat terkenal di Bali.





Sejarah Pura Tanah Lot

Asal mula berdirinya pura ini sangat erat kaitannya dengan perjalanan Danghyang Nirartha atau Danghyang Dwijendra berkeliling Pulau Bali pada sekitar tahun Icaka 1411 atau tahun 1489 M, tatkala beliau tiba di Bali dari Blambangan abad ke-15. Seperti yang dikisahkan dalam kitab Dwijendra Tattwa, setelah berada di Pura Rambut Siwi untuk beberapa lama, kemudian beliau yang dikenal dengan julukan Pedanda Sakti Wawu Rawuh ini meneruskan perjalanan menuju arah timur seusai melakukan sembahyang pagi, Surya Cewana.

Di dalam perjalanan itu beliau asyik mencatat keindahan alam yang dilihatnya, sehingga tidak dirasakannya pada sore hari tiba di pantai selatan Pulau Bali. Di pantai ini terdapat sebuah pulau kecil yang berdiri di atas tanah parangan (tanah keras). Di situlah Danghyang Nirartha berhenti dan beristirahat. Tidak lama setelah Danghyang Nirartha beristirahat maka berdatanganlah para nelayan dengan membawa berbagai persembahan untuk diaturkan kepada beliau. Oleh karena hari sudah sore, para nelayan mohon agar beliau berkenan menginap di pondok mereka.  Namun, permohonan itu ditolak karena beliau lebih senang bermalam di pulau kecil itu. Di samping karena udaranya yang segar, dari sana beliau dapat melepaskan pandangannya ke segala arah.

Pada malam harinya, beliau memberikan wejangan agama, kebajikan dan susila kepada masyarakat desa yang datang menghadap.  Kala itu beliau menasihati kepada masyarakat desa untuk membangun parahyangan di tempat itu, karena menurut getaran batin beliau serta adanya petunjuk gaib bahwa di tempat itu baik digunakan sebagai tempat untuk memuja Hyang Widhi.  Kemudian, setelah Danghyang Nirartha meninggalkan tempat itu dibangunlah sebuah bangunan suci yang kini dikenal dengan Pura Luhur Tanah Lot. Dari beberapa catatan dikisahkan pula, sebelum melanjutkan perjalanan beliau melakukan meditasi dan persembahyangan di tempat itu. Dikisahkan pada saat melakukan persembahyangan ikat pinggang beliau terlepas dan berubah menjadi ular yang hingga kini dikenal sebagai ular duwe atau holy snake.

Demikianlah ulasan perjalananku di Pura Tanah Lot, Bali dan matur suksma telah mampir ke blog saya. Semoga bisa bermanfaat bagi sahabat.

Senin, 11 Agustus 2014

Pura Uluwatu, Keindahan panoramanya yang spektakuler di Bali


Pura Uluwatu terletak di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali, sekitar 25 km ke arah selatan dar wilayah wisata Kuta, terletak di ujung Barat Daya Pulau Bali dan Pura Uluwatu dibangun di atas batukarang yang terjal dan tinggi sekitar 70 meter yang menjorok ke laut (samudra Indonesia). Pura Uluwatu juga salah satu pura terbesar di Bali dengan lokasinya yang sangat indah. Daya tarik utama dari pura ini adalah panoramanya yang spektakuler. Terletak di bagian barat laut, pura ini seperti bertengger di ujung tebing batu yang sangat tinggi dan curam, dengan pemandangan lautnya dibawah berwarna biru bersih dan hantaman ombak yang menghasilkan buih-buih putih yang sangat cantik.




Dengan tiket masuk seharga Rp 15.000,- rupiah, dan diwajibkan untuk mengenakan pakaian khusus, yaitu kain sarung untuk mereka yang mengenakan celana atau rok di atas lutut, serta selendang untuk wisatawan yang memakai celana atau rok di bawah lutut. Kenapa harus memakai selendang? karena memasuki tempat suci dan harus diikat di pinggang. Artinya menyimbolkan penghormatan terhadap kesucian pura, serta mencoba mengikat niat-niat buruk dalam jiwa.Kalau tidak terlalu percaya, ikuti saja aturan disini. Dimana bumi berpijak, disitu langit dijunjung bukan?

Di kawasan wisata Uluwatu disediakan fasilitas antara lain area parkir yang luas, panggung pertunjukan, kios-kios cendera mata, warung makan, toilet, sarana informasi wisata dan fasilitas pemandu wisata lokal. 

Untuk berjalan menuju area pura dan menikmati panorama disini ada dua jalur utara dan selatan dan di kedua jalur ini akan menaiki tangga yang cukup tinggi dan bilamana dari pura menghadap ke barat maka akan terlihat pemandangan laut yang sangat indah, terlebih saat-saat menjelang matahari terbenam (sunset). Selain dapat menyaksikan pemandangan laut yang indah, dapat pula menyaksikan pagelaran tari Kecak yang digelar setiap hari pada pukul 18.00.

Ketika menyusuri jalan setapak yang cukup panjang menuju Pura Uluwatu, dengan pagar beton di sisi tebing dapat mengedarkan pandangan untuk melihat bukit-bukit cadas dan hamparan laut yang jernih.Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di tempat ini, begitu bebas berkeliaran monyet. Monyet iseng yaitu segerombolan monyet yang biasanya suka usil dengan mengambil berbagai macam barang yang dibawa pengunjung bahkan juga merusaknya. Entah dari jenis apa, karena bukan kapabilitasku untuk menelusuri dari jenis apa monyet-monyet itu berasal. 

Barang-barang bawaan seperti topi, kaca mata, kamera, handphone, tas/ransel, atau barang-barang yang sekiranya gampang di ambil lebih baik ditaruh di tas. Karena monyet-monyet mengambil barang-barang yg kita pakai untuk ditukar dengan makanan. Jadi, siapkan juga makanan kecil yo. Jadi hati-hati dengan mereka apabila sedang berkunjung di komplek pura Uluwatu Bali.







Jadi Waktu terbaik untuk mengunjungi pura Uluwatu adalah sore hari pada saat matahari terbenam sehingga bisa menyaksikan pemandangan spektakulernya.


Sejarah Pura Uluwatu


Dalam Lontar Padma Bhuwana disebutkan juga tentang pendirian Pura Luhur Uluwatu sebagai Pura Padma Bhuwana oleh Mpu Kuturan pada abad ke-11. Candi bersayap seperti di Pura Luhur Uluwatu terdapat juga di Lamongan, Jatim. Pura Luhur Uluwatu berfungsi sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa Rudra dan terletak di barat daya Pulau Bali. Pura Luhur Uluwatu didirikan berdasarkan konsepsi Sad Winayaka dan Padma Bhuwana.Sebagai pura yang didirikan dengan konsepsi Sad Winayaka, Pura Luhur Uluwatu sebagai salah satu dari Pura Sad Kahyangan untuk melestarikan Sad Kertih (Atma Kerti, Samudra Kerti, Danu Kerti, Wana Kerti, Jagat Kerti dan Jana Kerti). Sedangkan sebagai pura yang didirikan berdasarkan Konsepsi Padma Bhuwana, Pura Luhur Uluwatu didirikan sebagai aspek Tuhan yang menguasai arah barat daya. Pemujaan Dewa Siwa Rudra adalah pemujaan Tuhan dalam memberi energi kepada ciptaannya.

Ida Pedanda Punyatmaja Pidada pernah beberapa kali menjabat Ketua Parisada Hindu Dharma Pusat mengatakan bahwa di Pura Luhur Uluwatu memancar energi spiritual tiga dewa. Kekuatan suci ketiga Dewa Tri Murti (Brahma, Wisnu dan Siwa) menyatu di Pura Luhur Uluwatu. Karena itu umat yang membutuhkan dorongan spiritual untuk menciptakan, memelihara dan meniadakan sesuatu yang patut diadakan, dipelihara dan dihilangkan sering khusus memuja Dewa Siwa Rudra di Pura Luhur Uluwatu.Salah satu ciri hidup yang ideal menurut pandangan Hindu adalah menciptakan segala sesuatu yang patut diciptakan. Memelihara sesuatu yang patut dipelihara dan menghilangkan sesuatu yang patut dihilangkan. Menciptakan, memelihara dan menghilangkan sesuatu yang patut itu tidaklah mudah. Berbagai hambatan akan selalu menghadang.

Dalam menghadapi berbagai kesukaran itulah umat sangat membutuhkan kekuatan moral dan daya tahan mental yang tangguh. Untuk mendapatkan keluhuran moral dan ketahanan mental itu salah satu caranya dengan jalan memuja Tuhan dengan tiga manifestasinya. Untuk menumbuhkan daya cipta yang kreatif pujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma. Untuk memiliki ketetapan hati memelihara sesuatu yang patut dipelihara pujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Wisnu. Untuk mendapatkan kekuatan untuk menghilangkan sesuatu yang patut dihilangkan pujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa. Energi spiritual ketiga manifestasi Tuhan itu menyatu dalam Dewa Siwa Rudra yang dipuja di Pura Luhur Uluwatu.
Pura Luhur Uluwatu ini tergolong Pura Kahyangan Jagat. Karena Pura Sad Kahyangan dan Pura Padma Bhuwana itu adalah tergolong Pura Kahyangan Jagat. Di Pura Luhur Uluwatu ini Batara Rudra dipuja di Meru Tumpang Tiga. Di sebelah kanan dari Jaba Pura Luhur Uluwatu ada Pura Dalem Jurit sebagai pengembangan Pura Luhur Uluwatu pada zaman kedatangan Dang Hyang Dwijendra pada abad ke-16 Masehi.

Di Pura Dalem Jurit ini terdapat tiga patung yaitu patung Brahma, Ratu Bagus Dalem Jurit dan Wisnu. Ratu Bagus Dalem Jurit itulah sesungguhnya Dewa Siwa Rudra dalam wujud Murti Puja. Pemujaan energi Tri Murti dengan sarana patung ini merupakan peninggalan sistem pemujaan Tuhan dengan sarana patung dikembangkan dengan sistem pelinggih. Karena saat beliau datang ke Pura Dalem Jurit itu sistem pemujaan di Pura Luhur Uluwatu masih sangat sederhana karena kebutuhan umat memang juga masih sederhana saat itu. Pura Luhur Uluwatu juga memiliki beberapa pura Prasanak atau Jajar Kemiri. Pura Prasanak tersebut antara lain Pura Parerepan di Desa Pecatu, Pura Dalem Kulat, Pura Karang Boma, Pura Dalem Selonding, Pura Pangeleburan, Pura Batu Metandal dan Pura Goa Tengah. Semua Pura Prasanak tersebut berada di sekitar wilayah Pura Luhur Uluwatu di Desa Pecatu. Umumnya Pura Kahyangan Jagat memiliki Pura Prasanak.

Demikianlah ulasan perjalananku di Pura Uluwatu, Bali dan matur suksma telah mampir ke blog saya. Semoga bisa bermanfaat bagi sahabat.

Sabtu, 09 Agustus 2014

Pura Besakih, The Mother of Temple in Bali


Pura Besakih memiliki keindahan dan arsitektur yang tinggi dengan latar pemandangan yang luar biasa. Pura Besakih desa Besakih Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem, Bali  tepatnya di kaki Gunung Agung. Merupakan Pura yang besar dan di keramatkan oleh umat Hindu yag termasuk dalam Sad Kahyangan atau Sad Kahyangan Jagad, adalah enam pura utama yang menurut kepercayaan masyarakat Bali merupakan sendi-sendi pulau Bali.


Jarak Pura Besakih dari Kuta sekitar 65 km dan sebelum mencapai ke pura diwajibkan membayar tiket masuk sebesar Rp. 10.000,-/ orang, akhirnya masuk ke kawasan Pura Besakih nanti pasti akan dihadang oleh Petugas Pos Pemandu Wisata Pura Besakih dan kata mereka kami di wajibkan memakai jasa pemandu dan disuruh mbayar seikhlasnya MUNGKIN KARENA WAJAH GUE MIRIP ORANG JEPANGN KALI YA kwkwkwkwkwkw makanya di suruh bayar. Karena gue orangnya gak mau ribet yang penting be fun, gue okay aja gw bayar kalau gak salah Rp. 100.000,-  walaupun nyesel bayar tapi  BE FUN karena kesenangan dan kepuasan tidak bisa dinilai dengan uang juga YANG PENTING HAPPY!!! ( iklah djarum 76 ).Setelah selesai membayar pemandu langsung diserbu cewek-cewek penyewaan pakaian adat bali karena ini adalah tempat suci. Setelah selesai semuanya waktunya CHECK IT OUT!!!


Pura Besakih adalah Pura Ibu atau pura terbesar di Bali sebagai  tempat pemujaan untuk Umat Hindu di Bali, pura Besakih disebut juga Pura Penataran Agung, disana terdapat sub-sub pura dari berbagai keturuanan umat hindu di Bali, di Pura inilah tempat berkumpulnya Umat Hindu terhubung antara umat hindu, umat hindu dengan lingkungan dan umat dengan Tuhannya atau disebut dengan Tri Hita Karana, yang menimbulakan getaran yang positif.


Pura Besakih terdiri dari 18 Pura dan 1 Pura Utama yang merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali, dimana letak Pura-Pura tersebut berturut-turut dari selatan ke utara antara lain sebagai berikut :


1. Pura Persimpangan.
2. Pura Dalem Puri
3. Pura Manik Mas
5.Pura Ulun Kulkul
6. Pura Merajan Selonding
7. Pura Gowa
8. Pura Banuwa
9. Pura Mrajan Kanginan
10. Pura Hyang Aluh
11. Pura Basukihan
12. Pura Penataran Agung Besakih
13. Pura Batu Madeg
14. Pura Kiduling Kreteg
15. Pura Gelap
16. Pura Peninjauan
17. Pura Pengubengan
18. Pura Tirtha
19. Pura Pasar Agung
Sejarah Pura Besakih

Letaknya di desa Kedungdung, di tengah-tengah ladang kurang lebih 1,5 km. Disebelah selatan Pura Penataran Agung yang merupakan Pura kecil. Di Pura ini terdapay 4 buah bangunan dan pelinggih. Fungsinya sebagai tempat persimpangan sementara Bethara Besakih, ketika diadakan upacara melasti (mencari toya ning) ke Toya Sah, ke Tegal Suci atau ke Batu Klotok yang dilakukan tiap-tiap tahun.

Teletak disebelah utara tikungan jalan terkahir, sebelum sampai di desa Besakih kurang lebih 1 km disebelah barat daya Pura Penataran Agung Besakih. Di Pura ini terdapat 10 bangunan termasuk pelinggih berbentuk gedong beratap ijuk. Fungsinya sebagai linggih bhatari Uma dan Dewi Durga, di Pura ini juga terdapat pelinggih Sang Hyang Prajapati sebagai penguasa roh Manusia. Disebelah utara terdapat tanah lapang yang disebut tegal Penagsar.

Terletak dipinggiran sebelah kiri jalan menuju ke Pura Penatharan Agung, jaraknya lebih kurang 750 meter disebelah selatan Penataran Agung. DiPura ini terdapat 6 buah banguna dan pelinggih, termasuk pelinggih pokoknya berbentuk gedung simpan, bertiang emapt menghadap ke barat. Fungsinya sebagai linggih Ida Ratu Mas Melilit.
4. Pura Bangun Sakti
Terletak disebelah kanan jalan menuju ke Penataran Agung dan disebelah utara Pura Manik Mas. Di Pura itu terdapat empat buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokok disana ialah gedong Simpan, sebagai linggih Sang Hyang Ananthaboga.

Terletak lebih kurang 350 meter sebelah kiri jalan menuju Pura Penataran Agung. Di Pura ini terdapat tujuh buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih yang terpenting disana adalah Gedong Sari beratap ijuk, sebagai linggih Dewa Mahadewa. Pura itu adalah salah satu linggih Dewa Catur Loka Phala, yaitu manifestasinya Sang Hyang Widhi yang menguasai arah barat. Warna perhiasan atau busana di Pura itu, pada waktu upacara, dipergunakan kain serba kuning.

terletak diseblah kiri Pura Penataran Agung, disana terdapat lima buah bangunan dan pelinggih. Di Pura itu tersimpan prasasti dan pratima-pratima, dan juga tersimpan gambelan slonding. Menurut catatan sejarah Pura itu adalah bekas bagian dari istana raja yang bernama Sri Wira Dalem Kesari. Kini Pura ini fungsinya sebagai tempat penyimpanan benda-benda Pusaka.

Terletak disebelah kanan jalan berhadapan dengan Pura Merajan Slonding, dikomplek itu terdapat Gowa yang besar, tetapi bagian-bagiannya sudah banyak yang runtuh. Menurut kepercayaan rakyat, Gowa itu tembus ke Gowa Lawah, disebelah timur kusamba, sebagai gowa untuk Sang Hyang Basuki. Di Pura itu terdapat empat buah pelinggih.

Terletak disebelah kanan jalan dihadapan Pura Besakih, kurang lebih 50 meter dari Pura Penataran Agung. Dalam Pura itu terdapat empat buah bangunan dan pelinggih pemujaan pokok di Pura itu ditujukan kepada Dewi Sri dan setiap sasih kepitu (sekitar bulan januari). Disana diadakan upacara Ngusaba Ngeed dan Ngusaba Buluh yang bertujuan mohon kemakmuran di sawah dan di ladang.

Terletak di sebelah Timur Pura Banuwa, di Pura itu terdapat tujuh bauh bangunan dan pelinggih . Disana ada pelinggih untuk Empu Bradah.

Terletak disebelah barat Pura Penataran Agung yang jaraknya kurang lebih dua ratus meter. Didalam terdapat tujuh buah banguanan dan pelinggih. Pelinggih pokok pada Pura ini berbentuk Gedong untuk linggih Ida Ratu Ayu.

Letaknya disebelah kanan tangga naik menuju Pura Penataran Agung, disana terdapat sepuluh buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokoknya berbenuk meru dengan atapnya bertingkat sembilan, sebagai linggih Sang Hyang Naga Basuki.

Terletak ditengah-tengah kelompok Pura yang termasuk lingkungan Pura Besakih. Komplek Pura Penataran Besakih termasuk Komplek Pura yang terbesar di Pura Besakih. Terdiri dari tujuh tingkat halaman dengan jumlah bangunan dan pelinggih seluruhnya sebanyak 53 buah. Disana terdapat meru yang besar-besar beratap tujuh tingkat 11,9,7,5,3. Pelinggih yang merupakan pemujaan pokok disana, adalah Padma Tiga sebagai linggih Sang Hyang Widhi Wasa dalam manefestasinya sebagai Tri Purusa yaitu Ciwa, Sadha Ciwa dan Parama Ciwa yang sekaligus merupakan Poros dari Pura-Pura yang lainnya.

Terletak kurang lebih 150 meter disebelah kanan (utara) Pura Penataran Agung. Pura ini adalah komplek Pura yang besar, dan disana ada 29 buah bangunan dan pelinggih, pelinggih pokoknya berbentuk meru besar beratap ijuk beratap sebelas. Bangunan ini merupakan linggih Dewa Wisnu sebagai manefestasi Sang Hyang Widhi, yang menguasai arah sebelah utara . Warna busana di Pura tersebut adalah serba hitam.

Terletak kurang lebih 300 meter disebelah kiri (selatan) Pura Penataran Agung, daitas suatu Bukit. Didalamnya terdapat 21 buah bangunan dan Pelinggih. Pelinggih pokoknya adalah meru besar beratap tingkat sebelas sebagai linggih dewa Brahma yaitu manefestasi dari Sang Hyang Widhi sebagai penguasa arah selatan. Komplek Pura itu adalah merupakan komplek Pura yang besar hampir sama besarnya dengan komplek Pura Batu Madeg. Warna busana di Pura tersebut warna Merah.

Terletak kuranglebih 600 meter pada sebuah bukit sebelah timur Pura Penataran Agung. Didalamnya terdapat enam buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokoknya adalah meru beratap 3 sebagai linggih Dewa Isawara yaitu manefestasi Sang Hyang Widhi sebagai penguasa arah sebelah timur. Warna busana Pura tersebut adalah warna serba putih.

Terletak kurang lebih 1 km disebelah kanan Pura Penataran Agung pada suatu bukit didalamnya terdapat duabelas buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih palin pokok disana berbentuk meru beratap tingkat sebelas tempat Empu Kuturan memohon restu kepada Sang Hyang Widhi dalam rqangka suatu upacara di Gunung Agung.

Letaknya 1,5 km disebelah utara Pura Penataran Agung, didalamnya terdapat enam buah bangunan dan pelinggih. Fungsinya sebagai tempat "Ngayat atau ngubeng" yaitu suatu upacara permakluman kepada Sang Hyang widhi bahwa di Pura Penataran Agung akan dilangsungkan Upacara. Pelinggih pokoknya disana adalah meru beratap tingkat sebelas.

Letaknya lebih kurang 300 meter disebelah timur laut Pura Pengubengan. Disana terdapat dua buah bangunan dan pelinggih dan air suci (tirtha). Jika ada upacara di komplek Pura besakih, maka di Pura inilah memohon tirtha(air suci).

Letaknya di lereng Gunung Agung, melalui desa selat ke desa Sebudi , lalu mendaki kurang lebih empat jam mendaki ke arah utara. Pelinggihnya semua hancur waktu Gunung Agung meletus pada tahun 1963, dan menjelang karya Eka Dasa Rudra di besakih telah mulai diperbaiki secara bertahap sampai sekarang. Selain dari Pura yang disebutkan tadi disekitar Pura Besakih, masih banyak lagi Pura-Pura Pedharman, yang menjadi penyiwaan warga-warga tetapi sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dengan Pura Agung Besakih itu sendiri.


Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih, Pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di Besakih.Di Pura Penataran Agung terdapat 3 arca utama Tri Murti Brahma, Wisnu dan Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur.




Di belakang Pura Besakih dibuka Jalur pendakian ke Gunung Agung dimana kalau melewati jalur ini diwajibkan memakai jasa pemandu disini dan membayar sekitar Rp. 400.000,-. Kenapa lewat jalur ini harus diwajibkan pakai jasa pemandu karena dulu pernah kejadian ada pendaki hilang dan sampai sekarang belum ketemu.Dan ini yang lebih penting pada hari upacara tidak boleh melakukan pendakian karena kepercayaan umat hindu di bali dan Sebagai pendaki yang baik apa salahnya menghormati kepercayaan warga setempat Gunung sebelum melakukan pendakian.



Rsi Markandeya

Sebelum ada apa-apa dimana hanya terdapat pohon kayu di dalam hutan belantara di tempat ini , sebelum adanya selat Bali ( Segara Rupek ) pulau ini bernama Pulau Panjang. Di Jawa Timur  , tepatnya di Gunung Rawung, ada seorang yang bernama Sang Yogi Markandeya. Beliau berasal dari India, yang oleh rakyatnya beliau diberi julukan Bhatara Giri Rawang, oleh karena ketinggian ilmu bathinnya, kesucian rohaninya serta kecakapan dan kebijaksanaan beliau.

Mula-mula beliau bertapa di Gunung Demulung, lalu pindah ke gunung Hyang ( Dieng di Jawa Tengah ). Sesudah beberapa lama beliau bertapa disana ada sabda dari Hyang Widhi, beliau diberitahukan agar bersama pengikutnya merabas hutan di pulau Dawa dan setelah selesai tanah itu dibagi-bagikan kepada pengikutnya. Sang Yogi menerima sabda itu dan memberitahukan kepada semua pengikutnya. Tidak lama kemudian, pngikut-pengikutnya sekitar 8000 orang telah siap membawa perlengkapan dan peralatan, mereka menuju tempat yang dimaksudkan. Sang Yogi memerintahkan segera memulai merabas hutan belantara. Entah sudah berapa lama merabas hutan itu, karena tidak didahului dengan upakara ( yadnya ), maka murkalah Hyang Widhi, kemudian para pengikut Sang Yogi banyak yang sakit dan bahkan meninggal dunia serta ada yang dimangsa binatang buas. Oleh karena itu, Sang Yogi memerintahkan pengikutnya menghentikan perabasan hutan. Sang Yogi kembali ke tmpat pertapaannya dihinggapi rasa sedih dan prihatin.

Setelah beberapa lamanya , pada suatu hari yang baik, kembali timbul cita-cita Sang Yogi untuk melanjutkan perabasan hutan. Beliau mengikutsertakan para Pandita untuk bersama-sama memohonkan wara nugraha kepada Hyang Widhi untuk keselamatan perabasan hutan. Saat itu pengikutnya  berjumlah 4000 orang dan sebagian besar dari Desa Aga, yaitu penduduk yang bermukim di sekitar Gunung Rawung. Pengikutnya membawa peralatan lengkap serta bibit pertanian yang akan ditanam di daerah perabasan.

Sesampainya ditempat tujuan, Sang Yogi beserta para Pandita segera melakukan yoga samadhi, brata semadhi dengan Weda penolak seluruh hama, dan tidak melupakan menyelenggarakan Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya sertaPratiwi Stawa. Setelah selesai melakukan upacara itu, beliau memerintahkan perabasan hutan dari selatan ke utara. Berhubung perabasan sudah luas dan tanpa halangan suatu apapun, kemudian perabasan dihentikan dan tanahnya dibagi-bagikan kepada pengikutnya dijadikan sebagai sawah, tegalan dan pekarangan rumah.

Ditempat bekas memulai perabasan itu, Sang Yogi menanam kendi berisi air disertai 5 jenis logam yaitu emas, perak, tembaga, besi dan perunggu ( disebut Pancadatu ) serta permata yang disebut Mirahadi ( mirah utama ) dengan sarana upakara selengkapnya dengan diperciki Tirta Pengentas ( Suci ). Di tempat menanam kendi itu diberi nama Basuki. Basuki artinya selamat, dimana Sang Yogi dan pengikutnya berhasil dan slamat dalam perabasan hutan tanpa halangan sedikitpun. Dalam perkembangannya Basuki menjadi Besakih.


Demikianlah ulasan perjalananku di Pura Besakih, Bali dan matur suksma telah mampir ke blog saya.