Sabtu, 09 Agustus 2014

Pura Besakih, The Mother of Temple in Bali


Pura Besakih memiliki keindahan dan arsitektur yang tinggi dengan latar pemandangan yang luar biasa. Pura Besakih desa Besakih Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem, Bali  tepatnya di kaki Gunung Agung. Merupakan Pura yang besar dan di keramatkan oleh umat Hindu yag termasuk dalam Sad Kahyangan atau Sad Kahyangan Jagad, adalah enam pura utama yang menurut kepercayaan masyarakat Bali merupakan sendi-sendi pulau Bali.


Jarak Pura Besakih dari Kuta sekitar 65 km dan sebelum mencapai ke pura diwajibkan membayar tiket masuk sebesar Rp. 10.000,-/ orang, akhirnya masuk ke kawasan Pura Besakih nanti pasti akan dihadang oleh Petugas Pos Pemandu Wisata Pura Besakih dan kata mereka kami di wajibkan memakai jasa pemandu dan disuruh mbayar seikhlasnya MUNGKIN KARENA WAJAH GUE MIRIP ORANG JEPANGN KALI YA kwkwkwkwkwkw makanya di suruh bayar. Karena gue orangnya gak mau ribet yang penting be fun, gue okay aja gw bayar kalau gak salah Rp. 100.000,-  walaupun nyesel bayar tapi  BE FUN karena kesenangan dan kepuasan tidak bisa dinilai dengan uang juga YANG PENTING HAPPY!!! ( iklah djarum 76 ).Setelah selesai membayar pemandu langsung diserbu cewek-cewek penyewaan pakaian adat bali karena ini adalah tempat suci. Setelah selesai semuanya waktunya CHECK IT OUT!!!


Pura Besakih adalah Pura Ibu atau pura terbesar di Bali sebagai  tempat pemujaan untuk Umat Hindu di Bali, pura Besakih disebut juga Pura Penataran Agung, disana terdapat sub-sub pura dari berbagai keturuanan umat hindu di Bali, di Pura inilah tempat berkumpulnya Umat Hindu terhubung antara umat hindu, umat hindu dengan lingkungan dan umat dengan Tuhannya atau disebut dengan Tri Hita Karana, yang menimbulakan getaran yang positif.


Pura Besakih terdiri dari 18 Pura dan 1 Pura Utama yang merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali, dimana letak Pura-Pura tersebut berturut-turut dari selatan ke utara antara lain sebagai berikut :


1. Pura Persimpangan.
2. Pura Dalem Puri
3. Pura Manik Mas
5.Pura Ulun Kulkul
6. Pura Merajan Selonding
7. Pura Gowa
8. Pura Banuwa
9. Pura Mrajan Kanginan
10. Pura Hyang Aluh
11. Pura Basukihan
12. Pura Penataran Agung Besakih
13. Pura Batu Madeg
14. Pura Kiduling Kreteg
15. Pura Gelap
16. Pura Peninjauan
17. Pura Pengubengan
18. Pura Tirtha
19. Pura Pasar Agung
Sejarah Pura Besakih

Letaknya di desa Kedungdung, di tengah-tengah ladang kurang lebih 1,5 km. Disebelah selatan Pura Penataran Agung yang merupakan Pura kecil. Di Pura ini terdapay 4 buah bangunan dan pelinggih. Fungsinya sebagai tempat persimpangan sementara Bethara Besakih, ketika diadakan upacara melasti (mencari toya ning) ke Toya Sah, ke Tegal Suci atau ke Batu Klotok yang dilakukan tiap-tiap tahun.

Teletak disebelah utara tikungan jalan terkahir, sebelum sampai di desa Besakih kurang lebih 1 km disebelah barat daya Pura Penataran Agung Besakih. Di Pura ini terdapat 10 bangunan termasuk pelinggih berbentuk gedong beratap ijuk. Fungsinya sebagai linggih bhatari Uma dan Dewi Durga, di Pura ini juga terdapat pelinggih Sang Hyang Prajapati sebagai penguasa roh Manusia. Disebelah utara terdapat tanah lapang yang disebut tegal Penagsar.

Terletak dipinggiran sebelah kiri jalan menuju ke Pura Penatharan Agung, jaraknya lebih kurang 750 meter disebelah selatan Penataran Agung. DiPura ini terdapat 6 buah banguna dan pelinggih, termasuk pelinggih pokoknya berbentuk gedung simpan, bertiang emapt menghadap ke barat. Fungsinya sebagai linggih Ida Ratu Mas Melilit.
4. Pura Bangun Sakti
Terletak disebelah kanan jalan menuju ke Penataran Agung dan disebelah utara Pura Manik Mas. Di Pura itu terdapat empat buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokok disana ialah gedong Simpan, sebagai linggih Sang Hyang Ananthaboga.

Terletak lebih kurang 350 meter sebelah kiri jalan menuju Pura Penataran Agung. Di Pura ini terdapat tujuh buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih yang terpenting disana adalah Gedong Sari beratap ijuk, sebagai linggih Dewa Mahadewa. Pura itu adalah salah satu linggih Dewa Catur Loka Phala, yaitu manifestasinya Sang Hyang Widhi yang menguasai arah barat. Warna perhiasan atau busana di Pura itu, pada waktu upacara, dipergunakan kain serba kuning.

terletak diseblah kiri Pura Penataran Agung, disana terdapat lima buah bangunan dan pelinggih. Di Pura itu tersimpan prasasti dan pratima-pratima, dan juga tersimpan gambelan slonding. Menurut catatan sejarah Pura itu adalah bekas bagian dari istana raja yang bernama Sri Wira Dalem Kesari. Kini Pura ini fungsinya sebagai tempat penyimpanan benda-benda Pusaka.

Terletak disebelah kanan jalan berhadapan dengan Pura Merajan Slonding, dikomplek itu terdapat Gowa yang besar, tetapi bagian-bagiannya sudah banyak yang runtuh. Menurut kepercayaan rakyat, Gowa itu tembus ke Gowa Lawah, disebelah timur kusamba, sebagai gowa untuk Sang Hyang Basuki. Di Pura itu terdapat empat buah pelinggih.

Terletak disebelah kanan jalan dihadapan Pura Besakih, kurang lebih 50 meter dari Pura Penataran Agung. Dalam Pura itu terdapat empat buah bangunan dan pelinggih pemujaan pokok di Pura itu ditujukan kepada Dewi Sri dan setiap sasih kepitu (sekitar bulan januari). Disana diadakan upacara Ngusaba Ngeed dan Ngusaba Buluh yang bertujuan mohon kemakmuran di sawah dan di ladang.

Terletak di sebelah Timur Pura Banuwa, di Pura itu terdapat tujuh bauh bangunan dan pelinggih . Disana ada pelinggih untuk Empu Bradah.

Terletak disebelah barat Pura Penataran Agung yang jaraknya kurang lebih dua ratus meter. Didalam terdapat tujuh buah banguanan dan pelinggih. Pelinggih pokok pada Pura ini berbentuk Gedong untuk linggih Ida Ratu Ayu.

Letaknya disebelah kanan tangga naik menuju Pura Penataran Agung, disana terdapat sepuluh buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokoknya berbenuk meru dengan atapnya bertingkat sembilan, sebagai linggih Sang Hyang Naga Basuki.

Terletak ditengah-tengah kelompok Pura yang termasuk lingkungan Pura Besakih. Komplek Pura Penataran Besakih termasuk Komplek Pura yang terbesar di Pura Besakih. Terdiri dari tujuh tingkat halaman dengan jumlah bangunan dan pelinggih seluruhnya sebanyak 53 buah. Disana terdapat meru yang besar-besar beratap tujuh tingkat 11,9,7,5,3. Pelinggih yang merupakan pemujaan pokok disana, adalah Padma Tiga sebagai linggih Sang Hyang Widhi Wasa dalam manefestasinya sebagai Tri Purusa yaitu Ciwa, Sadha Ciwa dan Parama Ciwa yang sekaligus merupakan Poros dari Pura-Pura yang lainnya.

Terletak kurang lebih 150 meter disebelah kanan (utara) Pura Penataran Agung. Pura ini adalah komplek Pura yang besar, dan disana ada 29 buah bangunan dan pelinggih, pelinggih pokoknya berbentuk meru besar beratap ijuk beratap sebelas. Bangunan ini merupakan linggih Dewa Wisnu sebagai manefestasi Sang Hyang Widhi, yang menguasai arah sebelah utara . Warna busana di Pura tersebut adalah serba hitam.

Terletak kurang lebih 300 meter disebelah kiri (selatan) Pura Penataran Agung, daitas suatu Bukit. Didalamnya terdapat 21 buah bangunan dan Pelinggih. Pelinggih pokoknya adalah meru besar beratap tingkat sebelas sebagai linggih dewa Brahma yaitu manefestasi dari Sang Hyang Widhi sebagai penguasa arah selatan. Komplek Pura itu adalah merupakan komplek Pura yang besar hampir sama besarnya dengan komplek Pura Batu Madeg. Warna busana di Pura tersebut warna Merah.

Terletak kuranglebih 600 meter pada sebuah bukit sebelah timur Pura Penataran Agung. Didalamnya terdapat enam buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokoknya adalah meru beratap 3 sebagai linggih Dewa Isawara yaitu manefestasi Sang Hyang Widhi sebagai penguasa arah sebelah timur. Warna busana Pura tersebut adalah warna serba putih.

Terletak kurang lebih 1 km disebelah kanan Pura Penataran Agung pada suatu bukit didalamnya terdapat duabelas buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih palin pokok disana berbentuk meru beratap tingkat sebelas tempat Empu Kuturan memohon restu kepada Sang Hyang Widhi dalam rqangka suatu upacara di Gunung Agung.

Letaknya 1,5 km disebelah utara Pura Penataran Agung, didalamnya terdapat enam buah bangunan dan pelinggih. Fungsinya sebagai tempat "Ngayat atau ngubeng" yaitu suatu upacara permakluman kepada Sang Hyang widhi bahwa di Pura Penataran Agung akan dilangsungkan Upacara. Pelinggih pokoknya disana adalah meru beratap tingkat sebelas.

Letaknya lebih kurang 300 meter disebelah timur laut Pura Pengubengan. Disana terdapat dua buah bangunan dan pelinggih dan air suci (tirtha). Jika ada upacara di komplek Pura besakih, maka di Pura inilah memohon tirtha(air suci).

Letaknya di lereng Gunung Agung, melalui desa selat ke desa Sebudi , lalu mendaki kurang lebih empat jam mendaki ke arah utara. Pelinggihnya semua hancur waktu Gunung Agung meletus pada tahun 1963, dan menjelang karya Eka Dasa Rudra di besakih telah mulai diperbaiki secara bertahap sampai sekarang. Selain dari Pura yang disebutkan tadi disekitar Pura Besakih, masih banyak lagi Pura-Pura Pedharman, yang menjadi penyiwaan warga-warga tetapi sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dengan Pura Agung Besakih itu sendiri.


Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih, Pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di Besakih.Di Pura Penataran Agung terdapat 3 arca utama Tri Murti Brahma, Wisnu dan Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur.




Di belakang Pura Besakih dibuka Jalur pendakian ke Gunung Agung dimana kalau melewati jalur ini diwajibkan memakai jasa pemandu disini dan membayar sekitar Rp. 400.000,-. Kenapa lewat jalur ini harus diwajibkan pakai jasa pemandu karena dulu pernah kejadian ada pendaki hilang dan sampai sekarang belum ketemu.Dan ini yang lebih penting pada hari upacara tidak boleh melakukan pendakian karena kepercayaan umat hindu di bali dan Sebagai pendaki yang baik apa salahnya menghormati kepercayaan warga setempat Gunung sebelum melakukan pendakian.



Rsi Markandeya

Sebelum ada apa-apa dimana hanya terdapat pohon kayu di dalam hutan belantara di tempat ini , sebelum adanya selat Bali ( Segara Rupek ) pulau ini bernama Pulau Panjang. Di Jawa Timur  , tepatnya di Gunung Rawung, ada seorang yang bernama Sang Yogi Markandeya. Beliau berasal dari India, yang oleh rakyatnya beliau diberi julukan Bhatara Giri Rawang, oleh karena ketinggian ilmu bathinnya, kesucian rohaninya serta kecakapan dan kebijaksanaan beliau.

Mula-mula beliau bertapa di Gunung Demulung, lalu pindah ke gunung Hyang ( Dieng di Jawa Tengah ). Sesudah beberapa lama beliau bertapa disana ada sabda dari Hyang Widhi, beliau diberitahukan agar bersama pengikutnya merabas hutan di pulau Dawa dan setelah selesai tanah itu dibagi-bagikan kepada pengikutnya. Sang Yogi menerima sabda itu dan memberitahukan kepada semua pengikutnya. Tidak lama kemudian, pngikut-pengikutnya sekitar 8000 orang telah siap membawa perlengkapan dan peralatan, mereka menuju tempat yang dimaksudkan. Sang Yogi memerintahkan segera memulai merabas hutan belantara. Entah sudah berapa lama merabas hutan itu, karena tidak didahului dengan upakara ( yadnya ), maka murkalah Hyang Widhi, kemudian para pengikut Sang Yogi banyak yang sakit dan bahkan meninggal dunia serta ada yang dimangsa binatang buas. Oleh karena itu, Sang Yogi memerintahkan pengikutnya menghentikan perabasan hutan. Sang Yogi kembali ke tmpat pertapaannya dihinggapi rasa sedih dan prihatin.

Setelah beberapa lamanya , pada suatu hari yang baik, kembali timbul cita-cita Sang Yogi untuk melanjutkan perabasan hutan. Beliau mengikutsertakan para Pandita untuk bersama-sama memohonkan wara nugraha kepada Hyang Widhi untuk keselamatan perabasan hutan. Saat itu pengikutnya  berjumlah 4000 orang dan sebagian besar dari Desa Aga, yaitu penduduk yang bermukim di sekitar Gunung Rawung. Pengikutnya membawa peralatan lengkap serta bibit pertanian yang akan ditanam di daerah perabasan.

Sesampainya ditempat tujuan, Sang Yogi beserta para Pandita segera melakukan yoga samadhi, brata semadhi dengan Weda penolak seluruh hama, dan tidak melupakan menyelenggarakan Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya sertaPratiwi Stawa. Setelah selesai melakukan upacara itu, beliau memerintahkan perabasan hutan dari selatan ke utara. Berhubung perabasan sudah luas dan tanpa halangan suatu apapun, kemudian perabasan dihentikan dan tanahnya dibagi-bagikan kepada pengikutnya dijadikan sebagai sawah, tegalan dan pekarangan rumah.

Ditempat bekas memulai perabasan itu, Sang Yogi menanam kendi berisi air disertai 5 jenis logam yaitu emas, perak, tembaga, besi dan perunggu ( disebut Pancadatu ) serta permata yang disebut Mirahadi ( mirah utama ) dengan sarana upakara selengkapnya dengan diperciki Tirta Pengentas ( Suci ). Di tempat menanam kendi itu diberi nama Basuki. Basuki artinya selamat, dimana Sang Yogi dan pengikutnya berhasil dan slamat dalam perabasan hutan tanpa halangan sedikitpun. Dalam perkembangannya Basuki menjadi Besakih.


Demikianlah ulasan perjalananku di Pura Besakih, Bali dan matur suksma telah mampir ke blog saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar